Senin, 11 Desember 2017

KESEHATAN LINGKUNGAN

A. DEFINISI
—-Ada beberapa definisi dari kesehatan lingkungan :
  1. Menurut WHO (World Health Organization), kesehatan lingkungan adalah suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia.1
  2. Menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia) kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia.2
—-
B. RUANG LINGKUP KESEHATAN LINGKUNGAN
—-Menurut World Health Organization(WHO) ada 17 ruang lingkup kesehatan lingkungan, yaitu :1
  1. Penyediaan Air Minum
  2. Pengelolaan air Buangan dan pengendalian pencemaran
  3. Pembuangan Sampah Padat
  4. Pengendalian Vektor
  5. Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia
  6. Higiene makanan, termasuk higiene susu
  7. Pengendalian pencemaran udara
  8. Pengendalian radiasi
  9. Kesehatan kerja
  10. Pengendalian kebisingan
  11. Perumahan dan pemukiman
  12. Aspek kesling dan transportasi udara
  13. Perencanaan daerah dan perkotaan
  14. Pencegahan kecelakaan
  15. Rekreasi umum dan pariwisata
  16. Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk
  17. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.
—-Di Indonesia, ruang lingkup kesehatan lingkungan diterangkan dalam Pasal 22 ayat (3) UU No 23 tahun 1992 ruang lingkup kesling ada 8, yaitu :3
  1. Penyehatan Air dan Udara
  2. Pengamanan Limbah padat/sampah
  3. Pengamanan Limbah cair
  4. Pengamanan limbah gas
  5. Pengamanan radiasi
  6. Pengamanan kebisingan
  7. Pengamanan vektor penyakit
  8. Penyehatan dan pengamanan lainnya, sepeti keadaan pasca bencana
—-
C. SASARAN KESEHATAN LINGKUNGAN
—-Menurut Pasal 22 ayat (2) UU 23/1992, Sasaran dari pelaksanaan kesehatan lingkungan adalah sebagai berikut :3
  1. Tempat umum : hotel, terminal, pasar, pertokoan, dan usaha-usaha yang sejenis
  2. Lingkungan pemukiman : rumah tinggal, asrama/yang sejenis
  3. Lingkungan kerja : perkantoran, kawasan industri/yang sejenis
  4. Angkutan umum : kendaraan darat, laut dan udara yang digunakan untuk umum
  5. Lingkungan lainnya : misalnya yang bersifat khusus seperti lingkungan yang berada dlm keadaan darurat, bencana perpindahan penduduk secara besar2an, reaktor/tempat yang bersifat khusus.
—-
D. MASALAH-MASALAH KESEHTAN LINGKUNGAN DI INDONESIA
—-Masalah Kesehatan lingkungan merupakan masalah kompleks yang untuk mengatasinya dibutuhkan integrasi dari berbagai sector terkait. Di Indonesia permasalah dalam kesehatan lingkungan antara lain :2,4
1.    Air Bersih
—-Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
—-Syarat-syarat Kualitas Air Bersih diantaranya adalah sebagai berikut :
  • Syarat Fisik : Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna
  • Syarat Kimia : Kadar Besi : maksimum yang diperbolehkan 0,3 mg/l, Kesadahan (maks 500 mg/l)
  • Syarat Mikrobiologis : Koliform tinja/total koliform (maks 0 per 100 ml air)
2.    Pembuangan Kotoran/Tinja
—-Metode pembuangan tinja yang baik yaitu dengan jamban dengan syarat sebagai berikut :2,5
  • Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi
  • Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki mata air atau sumur
  • Tidak boleh terkontaminasi air permukaan
  • Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain
  • Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar ; atau, bila memang benar-benar diperlukan, harus dibatasi seminimal mungkin
  • Jamban harus babas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang
  • Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak mahal.
3.    Kesehatan Pemukiman
—-Secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :2,6
  • Memenuhi kebutuhan fisiologis, yaitu : pencahayaan, penghawaan dan ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu
  • Memenuhi kebutuhan psikologis, yaitu : privacy yang cukup, komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah
  • Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antarpenghuni rumah dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan yang cukup
  • Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar, dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir.
4.    Pembuangan Sampah
—-Teknik pengelolaan sampah yang baik dan benar harus memperhatikan faktor-faktor /unsur, berikut:6
  • Penimbulan sampah. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah adalah jumlah penduduk dan kepadatanya, tingkat aktivitas, pola kehidupan/tk sosial ekonomi, letak geografis, iklim, musim, dan kemajuan teknologi
  • Penyimpanan sampah
  • Pengumpulan, pengolahan dan pemanfaatan kembali
  • Pengangkutan
  • Pembuangan
—-Dengan mengetahui unsur-unsur pengelolaan sampah, kita dapat mengetahui hubungan dan urgensinya masing-masing unsur tersebut agar kita dapat memecahkan masalah-masalah ini secara efisien.
5.    Serangga dan Binatang Pengganggu
—-Serangga sebagai reservoir (habitat dan suvival) bibit penyakit yang kemudian disebut sebagai vektor misalnya : pinjal tikus untuk penyakit pes/sampar, Nyamuk Anopheles sp untuk penyakit Malaria, Nyamuk Aedes sp untuk Demam Berdarah Dengue (DBD), Nyamuk Culex sp untuk Penyakit Kaki Gajah/Filariasis. Penanggulangan/pencegahan dari penyakit tersebut diantaranya dengan merancang rumah/tempat pengelolaan makanan dengan rat proff (rapat tikus), Kelambu yang dicelupkan dengan pestisida untuk mencegah gigitan Nyamuk Anopheles sp, Gerakan 3 M (menguras mengubur dan menutup) tempat penampungan air untuk mencegah penyakit DBD, Penggunaan kasa pada lubang angin di rumah atau dengan pestisida untuk mencegah penyakit kaki gajah dan usaha-usaha sanitasi.
—-Binatang pengganggu yang dapat menularkan penyakit misalnya anjing dapat menularkan penyakit rabies/anjing gila. Kecoa dan lalat dapat menjadi perantara perpindahan bibit penyakit ke makanan sehingga menimbulakan diare. Tikus dapat menyebabkan Leptospirosis dari kencing yang dikeluarkannya yang telah terinfeksi bakteri penyebab.
6.      Makanan dan Minuman
—-Sasaran higene sanitasi makanan dan minuman adalah restoran, rumah makan, jasa boga dan makanan jajanan (diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel).
—-Persyaratan hygiene sanitasi makanan dan minuman tempat pengelolaan makanan meliputi :6
  • Persyaratan lokasi dan bangunan
  • Persyaratan fasilitas sanitasi
  • Persyaratan dapur, ruang makan dan gudang makanan
  • Persyaratan bahan makanan dan makanan jadi
  • Persyaratan pengolahan makanan
  • Persyaratan penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi
  • Persyaratan peralatan yang digunakan
  • Pencemaran Lingkungan
—-Pencemaran lingkungan diantaranya pencemaran air, pencemaran tanah, pencemaran udara. Pencemaran udara dapat dibagi lagi menjadi indoor air pollution dan out door air pollution. Indoor air pollution merupakan problem perumahan/pemukiman serta gedung umum, bis kereta api, dll. Masalah ini lebih berpotensi menjadi masalah kesehatan yang sesungguhnya, mengingat manusia cenderung berada di dalam ruangan ketimbang berada di jalanan. Diduga akibat pembakaran kayu bakar, bahan bakar rumah tangga lainnya merupakan salah satu faktor resiko timbulnya infeksi saluran pernafasan bagi anak balita. Mengenai masalah out door pollution atau pencemaran udara di luar rumah, berbagai analisis data menunjukkan bahwa ada kecenderungan peningkatan. Beberapa penelitian menunjukkan adanya perbedaan resiko dampak pencemaran pada beberapa kelompok resiko tinggi penduduk kota dibanding pedesaan. Besar resiko relatif tersebut adalah 12,5 kali lebih besar. Keadaan ini, bagi jenis pencemar yang akumulatif, tentu akan lebih buruk di masa mendatang. Pembakaran hutan untuk dibuat lahan pertanian atau sekedar diambil kayunya ternyata membawa dampak serius, misalnya infeksi saluran pernafasan akut, iritasi pada mata, terganggunya jadual penerbangan, terganggunya ekologi hutan.

PENGENDALIAN VEKTOR

PENGENDALIAN VEKTOR


 A. Pengertian
  • Vektor adalah Arthropoda yang dapat memindahkan atau menularkan suatu “infectious agent” dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentang (susceptible host).
  • Pengendalian vektor adalah semua usaha yang dilakukan untuk mengurangi atau menurunkan populasi vektor dengan maksud mencegah atau pemberantas penyakit yang ditularkan vektor atau gangguan yang diakibatkan oleh vektor.
           B. Tujuan
             Untuk menurunkan kepadatan populasi vektor pada tingkat yang tidak membahayakan bagi kesehatan masyarakat.
        
          C. Ekologi Vektor
               Ekologi vektor adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara vektor dan sejenisnya, dengan makhluk lain yang tidak sejenis dan dengan alam lingkungannya yang non-biologis.
 
         D. Pengelolaan Lingkungan Untuk Pengendalian Vektor
               Pengelolaan lingkungan untuk pengendalian vektor adalah meliputi usaha perencanaan, organisasi, pelaksanaan dan monitoring dari kegiatan untuk mengadakan modifikasi dan atau manipulasi faktor-faktor lingkungan atau interaksinya dengan manusia dengan maksud untuk mencegah atau menurunkan perkembang biakan vektor dan mengurangi kontak antara manusia dengan vektor.
a.       Modifikasi lingkungan adalah suatu bentuk pengelolaan lingkungan terdiri dari sesuatu transformasi fisik yang farmanen atau berjangka panjang terhadap tanah, air dan tumbuh-tumbuhan, dengan tujuan untuk mencegah, menghilangkan atau menurunkan habitat larva tampa menyebabkan pengaruh merugikan yang tidak perlu terhadap kualitas lingkugan manusia. Misalnya drainage perpipaaan untuk mengurangi sebanyak mungkin stadium air dari perkembangan vektor.
b.      Manipulasi lingkungan adalah suatu bentuk pengolaan lingkungan yamng terdiri atas kegiatan berulang yang terencana yang bertujuan untuk menghasilkan kondisi sementara yang tidak cocok untuk berkembang biakan vektor pada habitatnya. Misalnya perubahan kadar garam dari air, penyentoran saluran air secara periodik, menghilangkan vegetasi dll. 

         E.  Pengendalian Cara Kimia
                  Syarat-syarat insektisida yang baik adalah :
1.      Sangat toksik terhadap vektor sasaran
2.      Kurang berbahaya untuk manusia, binatang dan tanaman yang berguna
3.      Menarik bagi vektor
4.      Tidak mahal, mudah diproduksi, dan mudah disediakan
5.      Secara kimia stabil pada aplikasi residu
6.      Tidak stabil pada aplikasi udara agar tidak mencemari lingkungan, tetapi membunuh vektor dengan cepat lalu mengalami dekomposisi menjadi senyawa yang kurang berbahaya
7.      Tidak mudah terbakar
8.      Tidak korosit
9.      Tidak meninggalkan warma
10.  Mudah disiapkan menjadi formulasi yang diinginkan

         F.  Pengendalian Cara Biologis
                  Makhluk biologi yang telah lama dikenal dan masih digunakan pada waktu ini untuk pengendalian vektor adalah ikan pemakan larva. Diantara species ikan kecil yang baik digunakan untuk pengendalian secra biologis terhadap larva nyamuk adalah ikan guppi (paecilia reticulata) dan ikan kepala timah (aphloceilus panchax). Dosis yang disarankan oleh WHO adalah 3 – 7 ekor/m2Rata-rata untuk pengendalian di sawah atau perairan dangkal lain mungkin cukup dengan 5 ekor/m2. berhubung dengan penggunaan insektisida dalam bidang pertanian, perlu diteliti apakah dosis aplikasi insektisida pertanian tidak merugikan populasi ikan kecil pemakan larva tersebut di

PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT

PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DI TEMPAT-TEMPAT UMUM


Penularan penyakit dapat terjadi di tempat-tempat umum karena kurang tersedianya air bersih dan jamban, kurang baiknya pengelolaan sampah dan air limbah, kepadatan vektor berupa lalat dan nyamuk, kurangnya ventilasi dan pencahayaan, kebisingan dan lain-lain. Tempat-tempat umum yang tidak sehat dapat menimbulkan berbagai penyakit, yang selanjutnya dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia. Penyakit yang banyak terjadi di tempat-tempat umum antara lain Diare, Demam Berdarah, keputihan, Infeksi Saluran Pernafasan Akut serta penyakit-penyakit lain akibat terpapar asap rokok, seperti : penyakit paru-paru, jantung dan kanker.

Sekitar 55% sumber penularan penyakit Demam Berdarah terjadi di tempat-tempat umum, oleh karena itu tempat-tempat umum perlu menjadi perhatian utama dalam pemberantasan penyakit. Terjadinya penyakit-penyakit tersebut disebabkan lingkungan yang buruk dan perilaku yang tidak sehat seperti tidak menggunakan air bersih, membuang sampah sembarangan, membiarkan air tergenang dan kebiasaan merokok di tempat umum. Kondisi lingkungan yang buruk dan perilaku yang tidak sehat di tempat-tempat umum dapat menimbulkan berbagai penyakit.

Untuk mencegah resiko terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman penyakit setiap individu, kelompok dan masyarakat di tempat-tempat umum, diharapkan dapat melakukan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Penerapan PHBS di tempat-tempat umum merupakan salah satu upaya strategis terciptanya tempat-tempat umum sehat. Melalui upaya ini diharapkan masyarakat yang berada di tempat-tempat umum seperti pengunjung, pedagang, pengelola, awak angkutan, jamaah akan terhindar dari penyakit.

PHBS di tempat-tempat umum adalah upaya untuk memberdayakan masyarakat pengunjung dan pengelola tempat-tempat umum agar tahu, mau dan mampu untuk mempraktikkan PHBS dan berperan aktif dalam mewujudkan Tempat-Tempat Umum Sehat. Adapun yang dimaksud dengan Tempat-Tempat Umum adalah sarana yang diselenggarakan oleh pemerintah/swasta atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan bagi masyarakat umum seperti sarana pariwisata, transportasi, sarana ibadah, sarana perdagangan dan olahraga, rekreasi dan sarana sosial lainnya.

Tujuan PHBS di tempat-tempat umum adalah :
Meningkatnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat masyarakat di tempat-tempat umum
Meningkatnya tempat-tempat umum sehat khususnya tempat pembelanjaan, rumah makan, tempat ibadah dan angkutan umum

Dukungan untuk pembinaan PHBS di TTU
a. Bupati
Kebijakan yang ditetapkan dalam surat keputusan, surat edaran dan instruksi tentang PHBS di tempat-tempat umum
Alokasi anggaran bagi pengembangan PHBS di tempat-tempat umum

b. DPRD
Persetujuan anggaran pengembangan PHBS di tempat-tempat umum
Memantau Pemda terkait dalam pengembangan PHBS di tempat-tempat umum

c. Instansi terkait
Adanya komitmen dan dukungan dalam pengembangan PHBS di tempat-tempat umum
Melakukan sosialisasi PHBS di tempat-tempat umum
Melakukan bimbingan teknis pelaksanaan PHBS di tempat-tempat umum

d. Pemimpin/ Penanggung jawab TTU
Kebijakan yang ditetapkan dalam surat keputusan, surat edaran dan instruksi tentang PHBS di tempat-tempat umum
Alokasi anggaran bagi pengembangan PHBS di tempat-tempat umum

e. Pengelola TTU
Menyampaikan pesan-pesan PHBS di tempat – tempat umum kepada pengunjung tempat-tempat umum
Melakukan pengawasan secara rutin tentang penerapan PHBS di tempat-tempat umum
Langkah – langkah Pembinaan PHBS di Tempat-Tempat Umum :
1
Analisis Situasi
Penentu kebijakan /pimpinan melakukan pengkajian ulang tentang ada tidaknya kebijakan tentang PHBS serta bagaimana sikap dan perilaku khalayak sasaran tentang kebijakan PHBS di tempat-tempat umum
2
Pembentukan Kelompok Kerja Penyusunan Kebijakan PHBS di Tempat-Tempat Umum
3
Pembuatan Kebijakan PHBS di tempat-tempat umum
4
Penyiapan infrastruktur (SK, Instrumen pengawasan, materi sosialisasi, penempatan pesan-pesan PHBS, pelatihan bagi pengelola TTU, dll)
5
Sosialisasi penerapan PHBS di tempat-tempat umum
6
Penerapan PHBS di tempat-tempat umum
7
Pengawasan dan penerapan sanksi
8
Pemantauan dan evaluasi

Indikator yang dipergunakan dalam mewujudkan tempat-tempat umum yang ber-PHBS adalah :
a.
Tersedia sarana untuk mencuci tangan menggunakan sabun
b.
Tersedia jamban sehat
c.
Tersedia tempat sampah
d.
Terdapat larangan untuk tidak merokok
e.
Terdapat larangan untuk tidak mengkonsumsi NAPZA
f.
Terdapat larangan untuk tidak meludah di sembarang tempat
g.
Terdapat kegiatan memberantas jentik nyamuk secara rutin

Hasil evaluasi terhadap sarana – sarana tempat umum yang dilakukan oleh petugas puskesmas pada tempat-tempat umum pada tahun 2015, sebagai berikut :

Pengamatan dilakukan pada 2.466 tempat-tempat umum di lingkungan puskesmas. Tempat-tempat umum yang diamati yaitu pasar, terminal dan balai banjar. Indikator yang paling banyak dimiliki adalah sampah dan jamban, sedangkan indikator yang jarang ada adalah adanya larangan untuk mengkonsumsi NAPZA dan larangan untuk meludah sembarangan. Dari hasil evaluasi pengamatan tersebut, dapat disimpulkan masih banyak tempat-tempat umum yang masih perlu dilakukan pembinaan secara berkelanjutan untuk menjadi tempat umum yang ber-PHBS (kadek widiastuti/sie promkes).

LIMBAH CAIR

A.DEFENISI LIMBAH
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.
B.KARAKTERISTIK LIMBAH
1. Berukuran mikro
2. Dinamis                   
3. Berdampak luas (penyebarannya)
4. Berdampak jangka panjang (antar generasi)



Faktor yang mempengaruhi kualitas limbah adalah:
1. Volume limbah
2. Kandungan bahan pencemar
3. Frekuensi pembuangan limbah
Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi 4 bagian:
1.      Limbah cair
Pengertian limbah cair
Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau berada dalam fase cair (air seni atau urine, air pencucian alat-alat). Sedangkan limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas atau berada dalam fase gas. Sedangkan limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas atau berada dalam fase gas, contoh : karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), nitrogen oksida (NOx), dan sulfur oksida (SOx).
Limbah cair merupakan sisa buangan hasil suatu proses yang sudah tidak dipergunakan lagi, baik berupa sisa industri, rumah tangga, peternakan, pertanian, dan sebagainya.Komponen utama limbah cair adalah air (99%) sedangakan komponen lainnya bahan padat yang bergantung asal buangan tersebut.(Rustama et. al, 1998).

2. Limbah padat
3. Limbah gas dan partikel
4. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)

Untuk mengatasi limbah ini diperlukan pengolahan dan penanganan limbah. Pada dasarnya pengolahan limbah ini dapat dibedakan menjadi:
1. pengolahan menurut tingkatan perlakuan
2. pengolahan menurut karakteristik limbah

Indikasi Pencemaran Air
Indikasi pencemaran air dapat kita ketahui baik secara visual maupun pengujian.
1. Perubahan pH (tingkat keasaman / konsentrasi ion hidrogen) Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan memiliki pH netral dengan kisaran nilai 6.5 – 7.5. Air limbah industri yang belum terolah dan memiliki pH diluar nilai pH netral, akan mengubah pH air sungai dan dapat mengganggukehidupan organisme didalamnya. Hal ini akan semakin parahjika daya dukung lingkungan rendah serta debit air sungai rendah. Limbah dengan pH asam / rendah bersifat korosif terhadap logam.
2. Perubahan warna, bau dan rasa Air normak dan air bersih tidak akan berwarna, sehingga tampak bening / jernih. Bila kondisi air warnanya berubah maka hal tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa air telah tercemar. Timbulnya bau pada air lingkungan merupakan indikasi kuat bahwa air telah tercemar. Air yang bau dapat berasal darilimba industri atau dari hasil degradasioleh mikroba. Mikroba yang hidup dalam air akan mengubah organik menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau sehingga mengubah rasa.
3. Timbulnya endapan, koloid dan bahan terlarut Endapan, koloid dan bahan terlarut berasal dari adanya limbah industri yang berbentuk padat. Limbah industri yang berbentuk padat, bila tidak larut sempurna akan mengendapdidsar sungai, dan yang larut sebagian akan menjadi koloid dan akan menghalangibahan-bahan organik yang sulit diukur melalui uji BOD karena sulit didegradasi melalui reaksi biokimia, namun dapat diukur menjadi uji COD. Adapun komponen pencemaran air pada umumnya terdiri dari :
  • Bahan buangan padat
  • Bahan buangan organik
  • Bahan buangan anorganik

 

C.PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

industri primer pengolahan hasil hutan merupakan salah satu penyumbang limbah cair yang berbahaya bagi lingkungan. Bagi industri-industri besar, seperti industri pulp dan kertas, teknologi pengolahan limbah cair yang dihasilkannya mungkin sudah memadai, namun tidak demikian bagi industri kecil atau sedang. Namun demikian, mengingat penting dan besarnya dampak yang ditimbulkan limbah cair bagi lingkungan, penting bagi sektor industri kehutanan untuk memahami dasar-dasar teknologi pengolahan limbah cair.  
Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan air limbah domestik maupun industri yang dibangun harus dapat dioperasikan dan dipelihara oleh masyarakat setempat. Jadi teknologi pengolahan yang dipilih harus sesuai dengan kemampuan teknologi masyarakat yang bersangkutan. Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan polutannya telah dicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik-teknik pengolahan air buangan yang telah dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi 3 metode pengolahan:  
1. pengolahan secara fisika  
2. pengolahan secara kimia  
3. pengolahan secara biologi  
Untuk suatu jenis air buangan tertentu, ketiga metode pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau secara kombinasi.  
PENGOLAHAN SECARA FISIKA
Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan, diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Penyaringan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap.  
Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan yang mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak mengganggu proses pengolahan berikutnya. Flotasi juga dapat digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan tersuspensi (clarification) atau pemekatan lumpur endapan (sludge thickening) dengan memberikan aliran udara ke atas (air flotation).  
Proses filtrasi di dalam pengolahan air buangan, biasanya dilakukan untuk mendahului proses adsorbsi atau proses reverse osmosis-nya, akan dilaksanakan untuk menyisihkan sebanyak mungkin partikel tersuspensi dari dalam air agar tidak mengganggu proses adsorbsi atau menyumbat membran yang dipergunakan dalam proses osmosa.  
Proses adsorbsi, biasanya dengan karbon aktif, dilakukan untuk menyisihkan senyawa aromatik (misalnya: fenol) dan senyawa organik terlarut lainnya, terutama jika diinginkan untuk menggunakan kembali air buangan tersebut.Teknologi membran (reverse osmosis) biasanya diaplikasikan untuk unit-unit pengolahan kecil, terutama jika pengolahan ditujukan untuk menggunakan kembali air yang diolah. Biaya instalasi dan operasinya sangat mahal.  
Pengolahan Secara Kimia  
Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.  
Pengendapan bahan tersuspensi yang tak mudah larut dilakukan dengan membubuhkan elektrolit yang mempunyai muatan yang berlawanan dengan muatan koloidnya agar terjadi netralisasi muatan koloid tersebut, sehingga akhirnya dapat diendapkan. Penyisihan logam berat dan senyawa fosfor dilakukan dengan membubuhkan larutan alkali (air kapur misalnya) sehingga terbentuk endapan hidroksida logam-logam tersebut atau endapan hidroksiapatit. Endapan logam tersebut akan lebih stabil jika pH air > 10,5 dan untuk hidroksiapatit pada pH > 9,5. Khusus untuk krom heksavalen, sebelum diendapkan sebagai krom hidroksida [Cr(OH)3], terlebih dahulu direduksi menjadi krom trivalent dengan membubuhkan reduktor (FeSO4, SO2, atau Na2S2O5).  
Penyisihan bahan-bahan organik beracun seperti fenol dan sianida pada konsentrasi rendah dapat dilakukan dengan mengoksidasinya dengan klor (Cl2), kalsium permanganat, aerasi, ozon hidrogen peroksida.Pada dasarnya kita dapat memperoleh efisiensi tinggi dengan pengolahan secara kimia, akan tetapi biaya pengolahan menjadi mahal karena memerlukan bahan kimia.  
PENGOLAHAN SECARA BIOLOGI
Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai metode pengolahan biologi dengan segala modifikasinya.Pada dasarnya, reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:  
1. Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reaktor);  
2. Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reaktor).  
Di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan berkembang dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation ditch dan kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit. Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam). Proses kontak-stabilisasi dapat pula menyisihkan BOD tersuspensi melalui proses absorbsi di dalam tangki kontak sehingga tidak diperlukan penyisihan BOD tersuspensi dengan pengolahan pendahuluan.  
Kolam oksidasi dan lagoon, baik yang diaerasi maupun yang tidak, juga termasuk dalam jenis reaktor pertumbuhan tersuspensi. Untuk iklim tropis seperti Indonesia, waktu detensi hidrolis selama 12-18 hari di dalam kolam oksidasi maupun dalam lagoon yang tidak diaerasi, cukup untuk mencapai kualitas efluen yang dapat memenuhi standar yang ditetapkan. Di dalam lagoon yang diaerasi cukup dengan waktu detensi 3-5 hari saja.Di dalam reaktor pertumbuhan lekat, mikroorganisme tumbuh di atas media pendukung dengan membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya. Berbagai modifikasi telah banyak dikembangkan selama ini, antara lain:  
1. trickling filter  
2. cakram biologi  
3. filter terendam  
4. reaktor fludisasi  
Seluruh modifikasi ini dapat menghasilkan efisiensi penurunan BOD sekitar 80%-90%.  




Ditinjau dari segi lingkungan dimana berlangsung proses penguraian secara biologi, proses ini dapat dibedakan menjadi dua jenis:  
1. Proses aerob, yang berlangsung dengan hadirnya oksigen;  
2. Proses anaerob, yang berlangsung tanpa adanya oksigen.  
Apabila BOD air buangan tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih dapat dianggap lebih ekonomis dari anaerob. Pada BOD lebih tinggi dari 4000 mg/l, proses anaerob menjadi lebih ekonomis.

D.DAMPAK LIMBAH CAIR TERHADAP LINGKUNGAN
Untuk peningkatan taraf hidup bangsa Indonesia perlu pertumbuhan ekonomi yang pesat dengan cara memajukan pembangunan. Salah satu unsur penting dalam pembangunan tersebut adalah pembangunan di bidang industri. Namun dalam kegiatan industri akan diikuti dengan dampak negatif limbah industri terhadap lingkungan hidup manusia. Limbah industri yang toksik akan memperburuk kondisi lingkungan dan akan meningkatkan penyakit pada manusia dan kerusakan pada komponen lingkungan lainnya.
Dengan cara mereview hasil-hasil penelitian dan tulisan-tulisan yang lalu, akan diulas dampak negatif limbah industri yang dapat mempengaruhi kualitas lingkungan kita.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa limbah industri dapat menghasilkan bahan toksik terhadap lingkungannya yang berdampak negatif terhadap manusia dan komponen lingkungan lainnya. Limbah cair industri paling sering menimbulkan masalah lingkungan seperti kematian ikan, keracunan pada manusia dan ternak, kematian plankton, akumulasi dalam daging ikan dan moluska, terutama bila limbah cair tersebut mengandung racun seperti: As, CN, Cr, Cd, Cu, F, Hg, Pb, atau Zn.
Saran yang dapat disampaikan : limbah industri harus ditangani dengan baik dan serius oleh Pemerintah Daerah dimana wilayahnya terdapat industri. Pemerintah harus mengawasi pembuangan limbah industri dengan sungguh-sungguh. Pelaku industri harus melakukan cara-cara pencegahan pencemaran lingkungan dengan melaksanakan teknologi bersih, memasang alat pencegahan pencemaran, melakukan proses daur ulang dan yang terpenting harus melakukan pengolahan limbah industri guna menghilangkan bahan pencemaran atau paling tidak meminimalkan bahan pencemaran hingga batas yang diperbolehkan. Di samping itu perlu dilakukan penelitian atau kajian-kajian lebih banyak lagi mengenai dampak limbah industri yang spesifik (sesuai jenis industrinya) terhadap lingkungan serta mencari metoda atau teknologi tepat guna untuk pencegahan masalahnya.

PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT

PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT

Definisi Limbah Rumah Sakit
Limbah-limbah rumah sakit berbeda dengan limbah-limbah rumah tangga. Sebab limah dari rumah sakit tidak dipungkiri mengandung zat-zat yang berbahaya seperti kuman infeksi. Menurut keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit, Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair dan gas.
Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan non medis.
Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekananm dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.
Limbah padat non-medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit yang berasal dari dapur, perkantoran, taman, dan halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya.
Limbah Cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahaya kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.
Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insinerator, dapur, perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat citotoksik
Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme patogen yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan.
Limbah sangat infeksius adalah limbah berasal dari pembiakan dan stock bahan sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan dan bahan lain yang telah diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius.
Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup.
kanker yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup. 10. Minimasi limbah adalah upaya yang dilakukan rumah sakit untuk mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dengan cara mengurangi bahan (reduce), menggunakan kembali limbah (reuse) dan daur ulang limbah (recycle).

Persyaratan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
1. Limbah Medis Padat Rumah Sakit
    a. Minimasi Limbah Rumah Sakit
        1) Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber.
        2) Setiap rumah sakit harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang
            berbahaya dan beracun.
       3) Setiap rumah sakit harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan farmasi.
       4) Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari
           pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak
           yang berwenang.
    b. Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali dan Daur Ulang Limbah Rumah Sakit
        1) Pemilahan limbah harus dilakukan mulai dari sumber yang menghasilkan limbah
        2) Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari limbah yang tidak
            dimanfaatkan kembali.
       3) Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa memperhatikan
            terkontaminasi atau tidaknya. Wadah tersebut harus anti bocor, anti tusuk dan tidak
            mudah untuk dibuka sehingga orang yang tidak berkepentingan tidak dapat membukanya.
       4) Jarum dan syringes harus dipisahkan sehingga tidak dapat digunakan kembali.
       5) Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus melalui proses sterilisasi
           sesuai Tabel I Untuk menguji efektifitas sterilisasi panas harus dilakukan tes Bacillus
           stearothermophilus dan untuk sterilisasi kimia harus dilakukan tes Bacillus subtilis.

Tabel 1. Metode sterilisasi untuk limbah padat rumah sakit yang dimanfaatkan kembali
       6) Limbah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan kembali. Apabila rumah
           sakit tidak mempunyai jarum yang sekali pakai (disposable), limbah jarum hipodermik dapat
           dimanfaatkan kembali setelah melalui proses salah satu metode sterilisasi pada Tabel I
       7) Pewadahan limbah medis padat harus memenuhi persyaratan dengan penggunaan wadah
           dan label seperti Tabel II
Tabel 2. penggunaan wadah untuk limbah rumah sakit

       8) Daur ulang tidak bisa dilakukan oleh rumah sakit kecuali untuk pemulihan perak yang
           dihasilkan dari proses film sinar X.
    c. Pengumpulan, Pengangkutan, dan Penyimpanan Limbah Media Padat di Lingkungan
        Rumah Sakit
        1) Pengumpulan limbah medis padat dari setiap ruangan penghasil limbah menggunakan
            troli khusus yang tertutup.
        2) Penyimpanan limbah medis padat harus sesuai iklim tropis yaitu pada musim hujan
            paling lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24 jam.
    d. Pengumpulan, Pengemasan dan Pengangkutan Limbah padat Rumah Sakit ke Luar Rumah Sakit         1) Pengelola harus mengumpulkan dan mengemas pada tempat yang kuat.
        2) Pengangkutan limbah ke luar rumah sakit menggunakan kendaraan khusus.
    e. Pengolahan dan Pemusnahan Limbah Padat Rumah Sakit
        1) Limbah medis padat tidak diperbolehkan membuang langsung ke tempat pembuangan
            akhir limbah domestik sebelum aman bagi kesehatan.
        2) Cara dan teknologi pengolahan atau pemusnahan limbah medis padat disesuaikan dengan
            kemampuan rumah sakit dan jenis limbah medis padat yang ada, dengan pemanasan
            menggunakan otoklaf atau dengan pembakaran menggunakan insenerator.
2.  Limbah Medis Non Padat
a.  Pemilahan dan Pewadahan
1)  Pewadahan limbah padat non-medis harus dipisahkan dari limbah medis padat dan ditampung dalam kantong plastik
warna hitam.
2)  Tempat Pewadahan
a.  Setiap tempat pewadahan limbah padat harus dilapisikantong plastik warna hitam sebagai pembungkus limbah padat
dengan lambang ”domestik” warna putih
b.  Bila kepadatan lalat disekitar tempat limbah pada melebih 2 (dua) ekor per-block grill, perlu dilakukan pengendalian
padat.
b.  Pengumpulan, Penyimpanan, dan Pengangkutan
1)  Bila di tempat pengumpulan sementara tingkat kepadatan lalat lebih dari 20 ekor per-block grillatau tikus terlihat pada
siang hari, harus dilakukan pengendalian.
2)  Dalam keadaan normal harus dilakukan pengendalian serangga dan binatang pengganggu yang lain minimal 1(satu) bulan
sekali.
c.  Pengolahan dan Pemusnahan
Pengolahan dan pemusnahan limbah padat non-medis harus dilakukan sesuai persyaratan kesehatan.
3.  Limbah Cair
Kalitas limbah (efluen) rumah sakit yang akan dibuang ke badan air atau lingkungan harus memenuhi persyaratan baku mutu
efluen sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep-58/MenLH/12/1995 atau peraturan daerah setempat.
4.  Limbah Gas
Standar limbah gas (emisi) dari pengolahan pemusnah limbah medis padat dengan insinerator mengacu pada Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor Kep-13/MenLH/12/1995 tentangBaku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak.

Tata Laksana Pengolahan Limbah Rumah Sakit
1.  Limbah Medis Padat
     a.  Minimisasi Limbah
          1)  Menyeleksi bahan-bahan yang kurang menghasilkan limbah sebelum membelinya.
          2)  Menggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia.
          3)  Mengutamakan metode pembersihan secara fisik daripada secara kimiawi.
          4)  Mencegah bahan-bahan yang dapat menjadi limbah seperti dalam kegiatan perawatan dan                    kebersihan.
          5)  Memonitor alur penggunaan bahan kimia dari bahan baku sampai menjadi limbah bahan                      berbahaya dan beracun.
          6)  Memesan bahan-bahan sesuai kebutuhan
          7)  Menggunakan bahan-bahan yang diproduksi lebih awal untuk menghindari kadaluarsa.
          8)  Menghabiskan bahan dari setiap kemasan
          9)  Mengecek tanggal kadaluarsa bahan-bahan pada saat diantar oleh distributor.
     b.  Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali dan Daur Ulang
          1)  Dilakukan pemilahan jenis limbah medis padat mulai dari sumber yang terdiri dari limbah                   infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sototksis, limbah                     kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan                     logam berat yang tinggi.
          2)  Tempat pewadahan limbah medis padat :
                -  Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan mempunyai
                    permukaan yang halus pada bagian dalamnya, misalnya fiberglass.
                -  Di setiap sumber penghasil limbah medis harus tersedia tempat pewadahan yang terpisah
                   dengan limbah padat nonmedis.
                -  Kantong plastik diangkat setiap haru atau kurang sehari apabila 2/3 bagian telah terisi
                   limbah.
                -  Untuk benda-benda tajam hendaknya ditampung pada tempat khusus (safety box) seperti                    botol atau karton yang aman.
                -  Tempat pewadahan limbah medis padat infeksius dan sitotoksik yang tidak langsung                            kontak dengan limbah harus segera dibersihkan dengan larutan disinfektan apabila                                akan dipergunakan kembali, sedangkan untuk kantong plastik yang telah dipakai dan
                   kontak langsung dengan limbah tersebut tidak boleh digunakan lagi.
          3)  Bahan atau alat yang dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui sterilisasi meliputi pisau
               bedah (scalpel), jarum hipodermik, syringes, botol gelas, dan kontainer.
          4)  Alat-alat lain yang dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui sterilisasi adalah
               radionukleida yang telah diatur tahan lama untuk radioterapi seperti puns, needles,atau                        seeds.
          5)  Apabila sterilisasi yang dilakukan adalah sterilisasi dengan ethylene oxide, maka tangki
               reactor harus dikeringkan sebelum dilakukan injeksi ethylene oxide. Oleh karena gas
               tersebut sangat berbahaya, maka sterilisasi harus dilakukan oleh petugas yang terlatih.                          Sedangkan sterilisasi dengan glutaraldehydelebih aman dalam pengoperasiannya tetapi
               kurang efektif secara mikrobiologi.
          6)  Upaya khsus harus dilakukan apabila terbukti ada kasus pencemaran spongiform
               encephalopathies.
     c.  Tempat Penampungan Sementara
          1)  Bagi rumah sakit yang mempunyai insinerator di lingkungannya harus membakar                                limbahnya selambat-lambatnya 24 jam.
          2)  Bagi rumah sakit yang tidak mempunyai insinerator, maka limbah medis padatnya harus
               dimusnahkan melalui kerjasama dengan rumah sakit lain atau pihak lain yang mempunyai
               insinerator untuk dilakukan pemusnahan selambat-lambatnya 24 jam apabila disimpan pada
               suhu ruang.
     d.  Transportasi
          1)  Kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan ke kendaraan pengangkut harus                              diletakkan dalam kontaineryang kuat dan tertutup.
          2)  Kantong limbah medis padat harus aman dari jangkauan manusia maupun binatang.
          3)  Petugas yang menangani limbah, harus menggunakan alat pelindung diri yang terdiri :
                a)  Topi/helm;
                b)  Masker;
                c)  Pelindung mata;
                d)  Pakaian panjang (coverall);
                e)  Apron untuk industri;
                f)  Pelindung kaki/sepatu boot; dan
                g)  Sarung tangan khusus (disposable gloves atau heavy duty gloves)
     e.  Pengolahan, Pemusnahan, dan Pembuangan Akhir Limbah Padat
          1)  Limbah Infeksius dan Benda Tajam
                a)  Limbah yang sangat infeksius seperti biakan dan persediaan agen infeksius dari
                     laboratorium harus disterilisasi dengan pengolahan panas dan basah seperti dalam
                     autoclave sedini mungkin. Untuk limbah infeksius yang lain cukup dengan cara
                     disinfeksi.
                b)  Benda tajam harus diolah dengan insinerator bila memungkinkan, dan dapat diolah
                     bersama dengan limbah infeksius lainnya. Kapsulisasi juga cocok untuk benda tajam.
                c)  Setelah insinerasi atau disinfeksi, residunya dapatdibuang ke tempat pembuangan B3
                     atau dibuang ke landfil ljika residunya sudah aman.
          2)  Limbah Farmasi
                a)  Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah dengan insinerator pirolitik
                     (pyrolytic incinerator), rotary kiln, dikubur secara aman, sanitary landfill, dibuang ke
                     sarana air limbah atau inersisasi. Tetapi dalam jumlah besar harus menggunakan
                     fasilitas pengolahan yang khusus seperti rotary kiln,kapsulisasi dalam drum logam,
                     dan inersisasi.
                b)  Limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus dikembalikan kepada distributor,
                     sedangkan bila dalam jumlah sedikit dan tidak memungkinkan dikembalikan, supaya
                     dimusnahkan melalui insinerator pada suhu diatas 1.000°C.
          3)  Limbah Sitotoksis
                a)  Limbah sitotoksis sangat berbahaya dan tidak boleh dibuang dengan penimbunan
                     (landfill) atau ke saluran limbah umum.
                b)  Pembuangan yang dianjurkan adalah dikembalikan ke perusahaan penghasil atau
                     distribusinya, insinerasi pada suhu tinggi, dan degradasi kimia. Bahan yang belum
                     dipakai dan kemasannya masih utuh karena kadaluarsa harus dikembalikan ke
                     distributor apabila tidak ada insinerator dan diberi keterangan bahwa obat tersebut
                     sudah kadaluarsa atau tidak lagi dipakai.
                c)  Insinerasi pada suhu tinggi sekitar 1.200°C dibutuhkan untuk menghancurkan semua
                     bahan sitotoksik. Insinerasi pada suhu rendah dapat menghasilkan uap sitotoksik yang
                     berbahaya ke udara.
                d)  Insinerator dengan 2 (dua) tungku pembakaran pada suhu 1.200°C dengan minimum
                     waktu tinggal 2 detik atau suhu 1.000°C dengan waktu tinggal 5 detik di tungku kedua
                     sangat cocok untuk bahan ini dan dilengkapi dengan penyaring debu.
                e)  Insinerator juga harus dilengkapi dengan peralatan pembersih gas. Insinerasi juga
                     memungkinkan dengan rotary kiln yang didesain untuk dekomposisi panas limbah
                     kimiawi yang beroperasi dengan baik pada suhu diatas 850°C.
                f)  Insinerator dengan 1 (satu) tungku atau pembakaran terbuka tidak tepat untuk
                     pembuangan limbah sitotoksis.
                g)  Metode degradasi kimia yang mengubah senyawa sitotoksik menjadi senyawa tidak
                     beracun dapat digunakan tidak hanya untuk residu obat tapi juga pencucian tempat urin,
                     tumpahan dan pakaian pelindung.
                h)  Cara kimia relatif mudah dan aman meliputi oksidasi oleh Kalium permanganat
                     (KMnO4) atau asam sulfat (H2SO4) ,penghilangan nitrogen dengan asam bromida, atau
                     reduksi dengan nikel dan aluminium.
                i)  Insinerasi maupun degradasi kimia tidak merupakan solusi yang sempurna untuk
                     pengolahan limbah. Tumpahan atau cairan biologis yang terkontaminasi agen  
                     antineoplastik. Oleh karena itu, rumah sakit harus berhati-hati dalam menangani obat
                     sitotoksik.
                j)  Apabila cara insinerasi maupun degradasi kimia tidak tersedia, kapsulisasi atau
                     inersisasi dapat dipertimbangkan sebagai cara yang dapat dipilih.
4)  Limbah Bahan Kimiawi
a)  Pembuangan Limbah Kimia Biasa
 Limbah kimia biasa yang tidak bisa didaur seperti gula, asam amino, dan garam tertentu dapat dibuang ke saluran air
kotor. Namun demikian, pembuangan tersebut harus memenuhi persyaratan konsentrasi bahan pencemar yang ada
seperti bahan melayang, sushu, dan pH.
b)  Pembuangan Limbah Kimia Berbahaya Dalam Jumlah Kecil
 Limbah bahan berbahaya dalam jumlah kecil seperti residu yang terdapat dalam kemasan sebaiknya dibuang dengan
insinerasi pirolitik, kapsulisasi, atau ditimbun (landfill).
c)  Pembuangan limbah kimia berbahaya dalam jumlah besar
 Tidak ada cara pembuangan yang aman dan sekaligus murah untuk limbah berbahaya. Pembuangannya lebih
ditentukan kepada sifat v=bahaya yang dikandung oleh limbah tersebut. Limbah tertentu yang bisa dibakar seperti
banyak bahan pelarut dapat diinsinerasi. Namun, bahan pelarut dalam jumlah besar seperti pelarut halogenida yang
mengandung klorin atau florin tidak boleh diinsinerasi kecuali insineratornya dilengkapi dengan alat pembersih gas.
d)  Cara lain adalah dengan mengembalikan bahan kimia berbahaya tersebut ke distributornya yang akan menanganinya
dengan aman, atau dikirim ke negara lain yang mempunyai peralatan yang cocok untuk megolahnya.
 Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan limbah kimia berbahaya:
-  Limbah berbahaya yang komposisinya berbeda harus dipisahkan untuk menghindari rekasi kimia yang tidak
diinginkan.
-  Limbah kimia berbahaya dalam jumlah besar tidak boleh ditimbun karena dapat mencemari air tanah.
-  Limbah kimia disinfektan dalam jumlah besar tidak boleh dikapsulisasi karena sifatnya yang korosif danmudah
terbakar.
-  Limbah padat bahan kimia berbahaya cara pembuangannya harus dikonsultasikan terlebih dahulu kepada instansi
yang berwenang.
5)  Limbah Bahan Kimiawi
a)  Limbah dengan kandungan mercuri atau kadmium tidak boleh dibakar atau diinsinerasi karena berisiko mencemari
udara dengan uap beracun dan tidak boleh dibuang ke landfillkarena dapat mencemari air tanah.
)  Cara yang disarankan adalah dikirim ke negara yang mempunyai fasilitas pengolah limbah dengan kandungan logam
berat tinggi. Bila tidak memungkinkan, limbah dibuang ke tempat penyimpanan yang aman sebagai pembuangan akhir
untuk limbah yang berbahaya. Cara lain yang paling sederhana adalah dengan kapsulisasi kemudian dilanjutkan
dengan landfill. Bila hanya dalam jumlah kecil dapat dibuang dengan limbah biasa.
6)  Limbah Bahan Kimiawi
a)  Cara yang terbaik untuk menangani limbah kontainer bertekanan adalah dengan daur ulang atau penggunaan
kembali. Apabila masih dalam kondisi utuh dapat dikembalikan ke distributor untuk pengisian ulang gas.Agen
halogenida dalam bentuk cair dan dikemas dalam botol harus diperlakukan sebagai limbah bahan kimia berbahaya
untuk pembuangannya.
b)  Cara pemuangan yang tidak diperbolehkan adalah pembakaran atau insinerasi karena dapat meledak.
•  Kontainer yang masih utuh
 Kontainer-kontainer yang harus dikembalikan ke penjualnya adalah :
-  Tabung atau silinder nitrogen oksida yang biasanya disatukan dengan peralatan anestesi.
-  Tabung atau silinder etilin oksida yang biasanya disatukan dengan peralatan sterilisasi
-  Tabung bertekanan untuk gas lain seperti oksigen, nitrogen, karbon dioksida, udara bertekanan, siklopropana,
hidrogen, gas elpiji, dan asetilin.
•  Kontainer yang sudah rusak
 Kontainer yang rusak tidak dapat diisi ulang harusdihancurkan setelah dikosongkan kemudian baru dibuang ke
landfill.
•  Kaleng aerosol
 Kaleng aerosol kecil harus dikumpulkan dan dibuangbersama dengan limbah biasa dalam kantong plastik hitam dan
tidak untuk dibakar atau diinsinerasi. Limbah ini tidak boleh dimasukkan ke dalam kantong kuning karena akan
dikirim ke insinerator. Kaleng aerosol dalam jumlahbanyak sebaiknya dikembalikan ke penjualnya atau ke instalasi
daur ulang bila ada.
7)  Limbah Radioaktif
a)  Pengelolaan limbah radioaktif yang aman harus diatur dalam kebijakan dan strategi nasional yang menyangkut
peraturan, infrastruktur, organisasi pelaksana, dantenaga yang terlatih.
b)  Setiap rumah sakit yang menggunkan sumber radioaktif yang terbuka untuk keperluan diagnosa, terapi atau
penelitian harus menyiapkan tenaga khusus yang terlatih khusus di bidang radiasi.
c)  Tenaga tersebut bertanggung jawab dalam pemakaian bahan radioaktif yang aman dan melakukan pencatatan.
d)  Instrumen kalibrasi yang tepat harus tersedia untukmonitoring dosis dan kontaminasi. Sistem pencatatan yang baik
akan menjamin pelacakan limbah radioaktif dalam pengiriman maupun pembuangannya dan selalu diperbarui datanya
setiap waktu
e)  Limbah radioaktif harus dikategorikan dan dipilah berdasarkan ketersediaan pilihan cara pengolahan, pengkondisian,
penyimpanan, dan pembuangan. Kategori yang memungkinkan adalah :
-  Umur paruh (half-life) seperti umur pendek (short-lived), (misalnya umur paruh < 100 hari), cocok untuk
penyimpanan pelapukan,
-  Aktifitas dan kandungan radionuklida,
-  Bentuk fisika dan kimia,
-  Cair : berair dan organik,
-  Tidak homogen ((seperti mengandung lumpur atau padatan yang melayang),
-  Padat : mudah terbakar/ tidak mudah terbakar (bila ada) dan dapat dipadatkan/tidak mudah dipadatkan (bila ada)
-  Sumber tertutup atau terbuka seperti sumber tertutup yang dihabiskan,
-  Kandungan limbah seperti limbah yang mengandung bahan berbahaya (patogen, infeksius, beracun).
f)  Setelah pemilahan, setiap kategori harus disimpan terpisah dalam kontainer, dan kontainer limbah tersebut harus :
-  Secara jelas diidentifikasi,
-  Ada simbol radioaktif ketika sedang digunakan
-  Sesuai dengan kandungan limbah,
-  Dapat diisi dan dikosongkan dengan aman,
-  Kuat dan saniter.
g)  Informasi yang harus dicatat pada setiap kontainer limbah :
-  Nomor identifikasi,
-  Radionuklida,
-  Aktifitas (jika diukur atau diperkirakan) dan tanggal pengukuran,
-  Asal limbah (ruangan, laboratorium, atau tempat lain),
-  Angka dosis permukaan dan tanggal pengukuran,
-  Orang yang bertanggung jawab.
h)  Kontainer untuk limbah padat harus dibungkus dengankantong plastik transparan yang dapat ditutup dengan isolasi
plastik
i)  Limbah padat radioaktif dibuang sesuai dengan persyaratan teknis dan peraturan perundang-undangan yangberlaku
(PP Nomor 27 Tahun 2002) dan kemudian diserahkab kepada BATAN untuk penanganan lebih lanjut atau dikembalikan
kepada negara distributor. Semua jenis limbah medi termasuk limbah radioaktif tidak boleh dibuang ke tempat
pembuangan akhir sampah domestik (landfill) sebelum dilakukan pengolahan terlebih ahulu sampai memenuhi
persyaratan.
2.  Limbah Padat Non-Medis
a.  Pemilahan Limbah Padat Non-Medis
1)  Dilakukan pemilahan limbah padat non-medis antara limbah yang dapat dimanfaatkan dengan limbah yang tidak dapat
dimanfaatkan kembali
2)  Dilakukan pemilahan limbah padat non-medis antara limbahbasah dan limbah kering.
b.  Tempat Pewadahan Limbah padat Non-Medis
1)  Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan mempunyai permukaan yang mudahdibersihkan
pada bagian dalamnya, misalnya fiberglass.
2)  Mempunyai tutup yang mudah dibuka dan ditutup tanpamengotori tangan.
3)  Terdapat minimal 1 (satu) buah untuk setiap kamar atau sesuai dengan kebutuhan.
4)  Limbah tidak boleh dibiarkan dalam wadahnya melebihi 3 x 24 jam atau apabila 2/3 bagian kantong sudah terisi oleh
limbah, maka harus diangkut supaya tidak menjadi perindukan vektor penyakit atau binatang pengganggu.
c.  Pengangkutan
engangkutan limbah padat domestik dari setiap ruangan ke tempat penampungan sementara menggunakan troli tertutup.
d.  Tempat Penampungan Limbah Padat Non-Medis Sementara
1)  Tersedia tempat penampungan limbah padat non-medis sementara dipisahkan antara limbah yang dapat dimanfaatkan
dengan limbah yang tidak dapat dimanfaatkan kembali. Tempat tersebut tidak merupakan sumber bau, dan lalat bagi
lingkungan sekitarnya dilengkapi saluran untuk cairan lindi.
2)  Tempat penampungan sementara limbah padat harus kedap air, bertutup dan selalu dalam keadaan tertutup bila sedang
tidak diisi serta mudah dibersihkan.
3)  Terletak pada lokasi yang muah dijangkau kendaraan pengangkut limbah padat.
4)  Dikosongkan dan dibersihkan sekurang-kurangnya 1 x 24 jam.
e.  Pengolahan Limbah Padat
Upaya untuk mengurangi volume, mengubah bentuk ataumemusnahkan limbah apdat dilakukan pada sumbernya.Limbah
yang masih dapat dimanfaatkan hendaknya dimanfaatkan kembali untuk limbah padat organik dapat diolah menajdi pupuk.
f.  Lokasi Pembuangan Limbah Padat Akhir
Limbah padat umum (domestik) dibuang ke lokasi pembuangan akhir yang dikelola oleh pemerintah daerah (Pemda), atau
badan lain sesuai dengan peraturan perundangan yangberlaku.
3.  Limbah Cair
Limbah cair harus dikumpulkan dalam kontainer yang sesuai dengan karakteristik bahan kimia dan radiologi, volume, dan
prosedur penanganan dan penyimapangannya.
a.  Saluran pembuangan limbah harus menggunakan sistemsaluran tertutup, kedap air, dan limbah harus mengalir dengan
lancar, serta terpisah dengan saluran air hujan.
b.  Rumah sakit harus memiliki instalasi pengolahan limbah cair sendiri atau bersama-sama secara kolektif dengan bangunan
disekitarnya yang memenuhi persyaratan teknis, apabila belum ada atau tidak terjangkau sistem pengolahan air limbah
perkotaan.
c.  Perlu dipasang alat pengukur debit limbah cair untuk mengetahui debit harian limbah yang dihasilkan.
d.  Air limbah dari dapur harus dilengkapi penangkap lemak dan saluran air limbah harus dilengkapi/ditutupdengan gril.
e.  Air limbah yang berasal dari laboratorium harus diolah di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), bilatidak mempunyai IPAL
harus dikelola sesuai kebutuhan yang berlaku melalui kerjasam dengan pihak lain atau pihak yang berwenang.
f.  Frekuensi pemeriksaan kualitas limbah cair terolah (effluent) dilakukan setiap bulan sekali untuk swapantau danminimal 3
bulan sekali uji petik sesuai dengan ketentuan yangberlaku.
g.  Rumah sakit yang menghasilkan limbah cair yang mengandung atau terkena zat radioaktif, pengelolaannya dilakukan sesuai
ketentuan BATAN.
h.  Parameter radioaktif diberlakukan bagi rumah sakit sesuai dengan bahan radioaktif yang dipergunakan oleh rumah sakit yang
bersangkutan.
4.  Limbah Gas
a.  Monitoring limbah gas berupa NO2, So2, logam berat, dan dioksin dilakukan minimal 1 (satu) kali setahun
b.  Suhu pembakaran minimum 1.000°C untuk pemusnahan bakteri patogen, virus, dioksin, dan mengurangi jelaga.
c.  Dilengkapi alat untuk mengurangi emisi gas dan debu.
d.  Melakukan penghijauan dengan menanam pohon yang banyak memproduksi gas oksigen dan dapat menyerap debu.
5.  Pengelolaan limbah medis rumah sakit secara rinci mengacu pada pedoman pengelolaan limbah medis sarana pelayanan
kesehatan